Halaman

Translate

Minggu, 23 Juni 2013

Menghajar Jin, Menaklukannya dan 1000 pasukan menjadi pengikut kita


Dalam keadaan belenggu ruhaniyah, diantara saat lahir sedang aktivitas bekerja dan bathin dalam dimensi ruang ghaib. Perkara lahir menjadi perkara bathin. Seantara demikian ketika di hadapan computer melakukan tugas presentasi, terdengar riuh mendengung, menggelegar sekitar ratusan meter. Nurani rasa Siaga, paham dan mengerti jikalau sesaat lagi akan melintas ribuan Jin. Untuk keselamatan, saya cepat keluar menghadang rumah, jikalau ada yang masuk dengan berdzikir.
Benarlah ternyata lewatlah jin-jin tersebut seperti kabut hitam, awan hitam, mirip tawon berterbangan cepat sekali  riuh gemuruh entah mau kemana. Saya bersiga menjaga rumah, tetapi malahan ada beberapa gumpalan hitam malh melewati rumah dan computer terhajar hangout dan meledak. Saat itu siang hari, keadaan rumah tepat di depan keramaian manusia, namun berdasarkan pengamatan kiranya tak satu orang pun yang melihatnya, nampak biasa-biasa saja.
Al hasil computer hangus, dan mencoba ke tetangga-tetangga   rumah ternyata ada yang mesin pompa airnya rusak, televisi, dan elektronik lainnya. Saya geram sekali, dan pada malam harinya saya bingung teringat satu pesan bacaan shorof-nahwu “ Ya sami’u sim’al, Ya bashiru sirbal” saya coba panggil pimpinan dari ribuan jin tersebut, dan ternyata dia datang menyerangku tingginya hampir setinggi pohon kelapa. Bagaimana nih menghajarnya. Dibacakanlah dzikir tersebut dengan penuh keyakinan dan tatapan mata yang tajam pada pimpinan jin. Ketika jin mencoba memukul saya, sekerasnya saya baca “Ya sami’u” jin tertegun terus baca “Sim’al” ternyata cederalah kaki kirinya. Tetapi jin tetap menyerang Dibaca lagi “ya bashiru” jin perenjat, say abaca lagi “shirbal” cederalah kaki kanannya. Saya baca kemudian lengkap “Ya bashiru shirbal - ya sami’u sim’al” robohlah ia dan ia takluk, sambil menyebutkan namanya “ kahlan’ dan wakilnya kahzan” ia siap membantu saya dengan seribu pasukannya apabila dibutuhkan lagi. Apabila membutuhkan ia bilang, sebutlah namaku pasti aku datang di pertempuran.   

Sujud berdiri dan penemuan jawaban yang sulit


Suatu ketika, salah satu anggota keluarga kami ada yang sakit, terkena penyakit diabetes. Anggota keluarga lain terdekat juga sebanyak 2 orang, ada yang sakit, tumor sehingga harus dioperasi. Bebarapa hari kemudian, adik-adikku tabrakan boncengan, cedera patah tulang. Selang beberapa hari nenek kami kumat bisulannya, bibi tekanan darah tingginya kambuh (hipertensi) dan kakak kami terkena radang tenggorokan.  
Sungguh satu bulan tersebut penuh dengan kesedihan, apakah ada yang salah pada kehidupan ini ?. Saat sepertiga malam terpaksa sujudku tertunda, sebagai alternative sujudku berdiri, sambil duduk  kening bersandar di tembok  rumah sakit, hampir beberapa malam lamanya. Hanya sebuah keyakinan yang ada “Allah lah yang menghidupkan kami, Allah pula lah yang menyembuhkan kami”. Terdengar suatu bisik “thof thof thof, layatalath-thof wal yatalath-thof, wala yusy’iron-‘iron-‘ironna, bi-bi, bina-bina, bikum ahadaa”.
Diteriakkkanlah bacaan tersebut, setiap sujudku berdiri di dinding tembok. Suatu sujud yang tidak horizontal di bumi, tetapi vertical ke langit, sangat sederhana, mudah dilakukan dan berarti banyak, kuncinya ada di titik kening, konsentrasi penuh khusyu. Satu persatu, cobaan diberikan jawabannya lewat mimpi, dan diusahakan. Satu per satu penyakit disembuhkan, ada yng bersifat lahir da juga yang bersiat batin. Hingga semuanya kembali seperti pada keadaan normal.  

Rabu, 13 Maret 2013

Keajaiban yang Terpenjara


Terkadang hidup itu perih manakala harus pergi merantau, karena sebuah pekerjaan untuk menghidupi keluarga, atau terlempar keluar dari suatu Negara karena berbeda keyakinan, dalam keadaan perang, ataupun karena bencana. Ketika hati kita bicara, dimanakah  tempatku yang aman dan damai, sehingga kudapat bersandar bertaut hati dengan sang khalik, bercanda ria dengan keluarga, atau bergembira bersama teman ?
Semuanya hampa tanpa arti belaka ketika kita merantau keluar dan diasingkan di sebuah negeri yang tak kenal bahasanya, penutur wajah yang berbeda. Itulah penjara yang penuh dengan tirai, namun ‘disanalah keajaiban-Nya selalu hadir muncul dan menjelma’ demi satu waktu harapan dapat kembali ke suatu negeri kelahiran.
Munajat pada Sang Esa di senatara sepedrtiga malam adalah bentuk pengembalian yang tepat, disanalah kau dapat berdo’a dan berdialog denganNya seandainya kau ingin pulang, utarakanlah kata hatimu Ya Rabb, kembalikan aku ke negeriku, sungguh aku berharap karuniaMu dekat denganku”Robbi la tadzarni fardaw wanta khoirul waritsin”. Penulis mendo’akan siapapun pembaca yang sedang terdzalimi, terjepit keankaramurkaan di suatu Negara luar negeri di belahan dunia yang lain yang tidak sepaham semoga lekas pulang dengan aman dan amin doanya dikabulkan.